Sejarah Musisi Musik Ngak Ngik Ngok Ditindak Tegas

Sejarah Musisi Musik Ngak Ngik Ngok Ditindak Tegas

Bernierforcongress – Sebelumnya, pada 9 Juli 1965, polisi Komdak VII/Djaya mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi musisi yang masih suka memainkan lagu-lagu barat. Komdak mencontohkan, musik ngak ngik ngok adalah produk Nekolim yang mengancam kedaulatan bangsa. Nekolim ini adalah neo-kolonialisme dan imperialisme, yaitu kolonialisme dalam bentuk baru.

Saat itu pemerintahan Demokrasi Terpimpin sangat menentang pengaruh asing (Barat). Karena poros politik yang sedang dibangun Indonesia saat itu mengarah ke negara-negara sosialis/komunis. Dimana pada masa perang dingin, negara-negara blok barat dengan blok timur sedang berperang ideologi.

Blok Barat, yang dianggap sebagai simbol kolonialisme oleh Indonesia pada saat itu, berperan aktif dalam kampanye budaya untuk mengekang pengaruh komunisme di seluruh dunia. Dengan demikian, tidak hanya di Indonesia, tetapi di beberapa negara dunia ketiga, yang pada saat itu masih dianggap labil dalam menentukan identitas ideologis bangsanya.

Istilah musik ngak ngik ngok sendiri bermula karena Lekra mengatakan bahwa Manikebu adalah musuh yang harus dihancurkan dan diperangi. Lekra, sebagai lembaga kebudayaan yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), memang memusuhi para seniman di kalangan Manikebu.

Nah, Manikebu adalah singkatan dari Cultural Manifestation. Istilah Manikebu hanya diterbitkan sebagai ejekan para seniman Lekra. SETENGAH PENSIUN. Jasin a Goenawan Mohammad, adalah seniman yang tergabung dalam kelompok Perwujudan Budaya. Sebuah kelompok yang menganggap dirinya menentang pemerintahan demokrasi parlementer melalui pendekatan budaya.

Karena itu, mereka menjadi musuh utama Lekra. Kini Komdak VII sebagai aparatur pemerintah sudah mulai menerapkan sistem penangkapan secara edukatif, mulai hari ini. Seperti diberitakan Kompas terbitan 9 Juli 1955, Komdak VII mulai menentang keras penetrasi budaya Barat melalui jalur hukum, seperti yang diperintahkan Bung Karno.

Padahal, sejak 1959, saat Bung Karno berpidato memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno telah menginstruksikannya untuk menentang upaya imperialisme melalui budaya. Begitu banyak musik Rock n’ Roll, dance, cha-cha dan semacamnya, yang identik dengan gaya kebarat-baratan.

Maka musisi/band legendaris seperti Koes bersaudara otomatis ditangkap saat itu juga. Mereka ditangkap karena menampilkan musik Beatles di sebuah acara. Begitu pula dengan Dara Puppita yang seluruh kelompoknya berjenis kelamin perempuan. Mereka harus melaporkannya ke penegak hukum.

Nah, kalau begitu, jenis download lagu apa yang bisa didengar dan dimainkan saat itu? Karena itu, Bung Karno sangat menekankan bahwa musisi wajib selaras dengan konsep revolusioner. Tidak ada lirik lagu bertema cinta, tidak ada dance, tango, dan cha-cha. Semuanya harus sejalan dengan program tempur bangsa, yaitu melawan dominasi Barat di Malaysia.

Lagu atau karya sastra harus dibuat untuk mendukung semangat juang bangsa. Tak ayal, seniman seperti Benjamin Sueb mulai “tersesat” dalam budaya Betawi yang sudah menjadi identitas mereka. Sebenarnya ada positif dan negatifnya, seperti yang dikatakan sejarawan J.J. Rizal.

Semoga dengan artikel ini kita bisa bersama-sama memperkaya pengetahuan sejarah kita. Kali ini di saat Indonesia sedang gencar melawan budaya asing yang datang mempengaruhi semangat juang bangsa. Jika ada pelajaran yang bisa dipetik, yaitu segala bentuk budaya asing yang mudah kita akses saat ini, bukan berarti kita harus melupakan budaya bangsa kita sendiri.